Sabtu, 12 Mei 2012

demokrasi



The Polarisasi syariah Hukum
Sudah menjelaskan bahwa ada banyak fragmentasi dalam kelompok-kelompok yang ingin menerapkan hukum syari'at. Para peneliti di bidang ini telah dibagi kelompok-kelompok ini menjadi empat kategori dalam hal strategi mereka untuk memformalkan syari'at. Kelompok pertama percaya bahwa formalisasi syari'at harus didirikan di negara tanpa dikaitkan dengan masalah Islam yang universal. Ideologi mereka bersifat lokal dan kontekstual, dibatasi oleh wilayah suatu negara bangsa dan tidak memiliki hubungan dengan konsep daulah (kekuasaan politik), karena memiliki karakteristik global. Dalam konteks Indonesia, terlepas dari faktor lain, model ini telah terjadi dalam bentuk gerakan (Darul Islam) DI Aceh, Jawa Barat, dan Makassar. Kelompok kedua memiliki cita-cita untuk mendirikan hukum syari'ah dalam konteks global atau dengan kata lain sebagai Islam universal. Kelompok ini pada dasarnya berjuang untuk hukum syariat sebagai sistem hukum global mengabaikan batas-batas teritorial negara negara. Kelompok ini dapat dilihat dari fenomena Hizbut Tahrir Indonesia. Kelompok ketiga yakin bahwa pembentukan syari'ah harus dilakukan dimanapun dan kapanpun, terlepas dari bentuk negara. Contoh dari kelompok di atas adalah Majlis Mujahidin Indonesia. Kelompok keempat percaya bahwa Islam tidak harus diwujudkan dalam bentuk negara bangsa, melainkan dalam bentuk nilai-nilai universal diakui. Adalah untuk alasan ini bahwa kelompok ini umumnya tidak tergoda untuk menerapkan Islam sebagai hukum formal, walaupun upaya telah dilakukan melalui Piagam Jakarta. Mengenai Republik Indonesia, pandangan ini sering dikaitkan dengan kelompok-kelompok seperti Muhammadiyah dan NU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar